Rabu, Juli 28, 2010

Fatherhood


Beberapa hari ini sempat nggak fokus kerja, karena laporan dari rumah Hafidz rewel hampir tiap malam. Ketika disusui juga masih berontak, sepertinya ada yang membuat dia tidak nyaman. Tapi karena susah mengerti bahasa bayi jadilah orang-orang dirumah (minus saya tentunya yang sedang jauh di sebrang) dibuat kalang kabut. Saya yang sedang disebrang juga ikut kalang kabut untuk mencari informasi dari teman-teman yang sudah berpengalaman dalam menangani anak mereka. Jadilah saya merepotkan Dede (teman terbaik saya) yang dengan ikhlas memberikan segala kemungkinan yang terjadi seperti yang dialami anak pertamanya. Thank you so much Buddy... You're the best deh pokoknya.. Salam buat semua keluarga di Jakarta Timur...

Yang namanya telpon dan sms selalu saya kirim ke istri di rumah untuk mendapatkan up date informasi tentang keadaaan bayi kami. Bisa dipastikan anggaran untuk komunikasi jadi membengkak drastis. Ya memang ketika kita jauh dari orang-orang tercinta kita harus rela untuk merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa mendekatkan jarak yang ada. Tak pernah lepas doa terus saya panjatkan agar Hafidz tetap sehat disana dan tidak merepotkan orang-orang dirumah. Begini ya rasanya kalau sudah jadi ayah, semuanya fokus pada anak tercinta. Pantas, ketika teman seperjuangan saya meminta saya berangkat ke negeri entah berantah di kala saya masih enak-enak libur karena anaknya sakit. Dan dia harus segera pulang ke rumah mendampingi sang buah hati. Sekarang saya baru merasa bahwa pikiran kita (sebagai ayah) susah untuk terbagi antara memikirkan kondisi anak dirumah dan segala macam beban kerja yang ada di tempat kerja. Ujung-ujungnya jadi tidak bisa bekerja secara maksimal.

Mungkin kalau tempat kerjanya dekat, masih bisa diakomodir dengan ijin dari sang boss untuk pulang ke rumah barang sebentar. Tetapi ketika transportasi menjadi kendala buat orang-orang seperti saya, yang tidak bisa langsung pulang dikarenakan kompleksnya masalah transportasi menjadi satu masalah tersendiri. Harus naik helikopter (yang sangat terbatas tempat duduknya), booking tiket pesawat (yang sering kali penuh dan tidak ada tempat duduk tersedia) dan belum lagi memikirkan pengganti agar tetap ada medic yang stand by di lokasi. Padahal pikirin udah suntuk memikirkan buah hati ditambah lagi dengan segala bentuk load kerja yang ada. Bawaannya malah tambah bete, kalau udah ada yang macam-macam udah pengen nonjok aja. Bener-bener it's complicated deh (meminjam istilah status dalam situs jejarng sosial).

Setiap meninggalkan keluarga doa saya adalah semoga semuanya diberi kesehatan dan keselamatan oleh Nya. Sehingga saya lebih tenang dalam bekerja. Kadang suara dari buah hati bisa membuat saya sedikit terhibur, walaupun seringnya malah pengen cepat pulang aja bawaannya.

Alhamdulillah, kabar dari rumah mengatakan kalau Hafidz sudah lebih tenang. Setidaknya kabar ini juga membuat saya bisa lebih fokus dalam bekerja. Seandainya saya tidak perlu meninggalkan keluarga terlalu jauh untuk bisa mendapatkan sesuap nasi sebagai bentuk pertanggungjawaban saya sebagai kepala keluarga (pertanyaan yang selalu ada di benak saya ketika harus jauh dari orang-orang yang saya cintai). Buat saya harapan untuk bisa dekat dengan keluarga masih terus menyala (dan saya tidak akan pernah membiarkannya padam). saya yakin ini hanya soal waktu dan saya (juga) tidak pernah berhenti untuk bisa meraihnya. Semoga saja saya bisa mendapatkannya dalam waktu dekat ini. Amin.....

Tidak ada komentar: