Senin, Oktober 26, 2009

Ambil Buahnya Kembalikan Bungkusnya

Kata-kata ini saya dapatkan didekat camp yang sering saya lewati saat pergi ke toko. Awalnya tidak ada yang aneh dari kata-kata tersebut lalu tiba-tiba teman-teman saya mulai jahil dalam mengartikannya. Kalimat tersebut saya temukan menggantung di pohon jambu yang sedang berbuah (lumayan banyak) dan setiap buahnya dibungkus oleh plastik (mungkin untuk menghindari agar tidak dirusak oleh serangga). Dan sang empunya jambu dengan baik hatinya mempersilahkan buat siapa saja yang ingin merasakan jambunya untuk bisa mengambilnya tetapi pembungkus plastik buah tersebut harus dikembalikan lagi ke tempatnya (jangan dibuang). Mungkin karena susah banget untuk mencari pembungkus plastik tersebut atau karena banyaknya orang iseng yang sedang lewat dan sering membuka bungkus buah tersebut hanya sekedar "mengintip" apakah buah jambu tersebut sudah ranum atau masih mentah. Dan robeklah plastik tersebut dan hanya menyisakan pembungkus yang sudah tidak berbentuk lagi karena bagian-bagian dari buah jambu tersebut sudak ter expose. Dan tiba-tiba teman saya nyelutuk, "Saya mau kalau ada yang memberikan buah walaupun bungkusnya harus dikembalikan. Gak pa2 kok". Kita semua saling berpandangan dan nyengir sama-sama. Dan ada temen yang menimpali, "Buat lo ada tapi Buatu dan harus ditelen bulet-bulet:. He..he....

Facebook

Fenomena Facebook memang sedang marak, malah orang akan memandang aneh kalau kita tidak mengenal apa yang namanya facebook (sebagian orang membacanya Pacebook he..he...). Kemarin sore (sebelum berangkat kerja) saya ditunjukkan oleh teman kalau ada memo dari perusahaan tempat saya bekerja agar dilarang membuka facebook dan mempublikasikan hal-hal apapun tentang perusahaan dalam situs jejaring sosial itu. Memang sih harusnya kita bisa mengerem mana yang perlu di publish atau tidak distatus kita. Ya intinya adalah kita harus bisa mengendalikan atau menyaring tepatnya mana yang perlu diketahui orang lain atau hanya cukup kita saja yang mengetahuinya.

Apalagi kalau yang membaca status kita adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Yang (mungkin) nantinya bakal "menjual" cerita kita ke orang lain untuk kepentingan pribadinya. Walaupun secara tidak langsung ketika kita menuliskan sesuatu di status kita, kita berharap (atau mengharapkan) orang lain tahu dan berbondong-bondong untuk memberikan komentar. Kita tidak tahu mana dari teman kita yang tanpa tendensi apapun membaca dan mengomentari apa yang telah kita tulis. Memang sulit untuk ditelusuri, seandainya saja ada test sebelum kita approve seseorang tersebut agar kita ketahui personality nya (dijamin bakal males orang-orang untuk jadi teman kita karena prosedur yang ribet seperti tes dalam mendapatkan pekerjaan).

Dan tindakan yang paling ekstrem adalah me remove teman yang dianggap "tidak kita kenal" atau sengaja "tidak ingin berhubungan dengan orang ini". Di remove merupakan resiko yang harus ditanggung dalam menggunakan situs jejaring sosial. Kalau kita sudah dianggap memberikan satu ancaman atau berbuat yang aneh-aneh ya nggak "aneh" kalau kita bakal dieliminasi oleh sang empunya account. Ini pelajaran buat kita untuk bisa lebih dewasa dalam memutuskan sesuatu. Karena kita tidak tahu informasi itu bakal disalahgunakan atau tidak. Karena semua kemungkina bisa saja terjadi dalam dunia maya. Jadi kita harus waspada. So waspadalah...waspadalah.... (mengutip perkataan Bang Napi yang beken itu)

Silaturahmi

Alhamdulilla, sepertinya apa yang saya inginkan selalu diberikan olehNya. Seperti setelah saya menulis segala kenangan saya sewaktu masih di White Campus dan alhamdulillah beberapa hari kemudian ada teman saya (jauh banget, dari Jepara Jawa Tengah) menelpon saya. Padahal, itu tidak disengaja. Dia menelpon teman saya yang ada di Bondowoso dan dapatlah nomor telpon saya. Jadilah selama lebih kurang dua jam kita ngobrol ngalor kidul tentang kenangan kita selama di asrama dan tentang hidup kita masing-masing (tentu saja kita saling menguatkan). Dan Alhamdulillah (sekali lagi) banyak banget yang bisa saya dapatkan dari dia (dengan segala pemikiran yang bener2 diluar dugaan). Ternyata anak-anak kecil itu sudah tumbuh menjadi dewasa dengan segala tempaan hidup yang telah dihadapi. Berharap semoga kita bisa bertatap muka dengan membawa "pasukan" masing-masing dan berjanji untuk terus bertukar kabar satu sama lain. Terima kasih sudah memberikan "jalan" ditengah keruwetan yang ada. Masih banyak teman-teman saya yang belum bisa saya ketahui kabarnya dan juga keberadaannya. Semoga saja kalian baik-baik saja disana.

Ternyata seiring dengan berjalannya waktu jalinan pertemanan ini semakin unik. Layaknya sebuah karya seni yang berharga mahal. Tinggal kita saja yang harus pintar dalam merawat sebuah "karya seni" tersebut. Kita memang sibuk dengan kegiatan masing-masing tetapi insya Allah doa kita akan selalu ada untuk semua. Amin.....

Realize

Susah sekali untuk bisa membuat bahasa ini terdengar lebih manis untuk didengar oleh orang lain. Apalagi jika hati ini sedang panas, rasanya kok gatal banget kalau nggak nyelutuk ya... Masih jauh dari kata berhasil untuk bisa mengatur segala perkataan ini. Memang benar kalau menjadi pendengar yang baik itu bukan perkara yang mudah. Perasaan rasanya pengen banget memberikan komentar terhadap apa yang kita lihat dan dengar. Kadang cuman bisa menghela nafas panjang karena mulut ini sudah tidak terkontrol lagi dalam mengeluarkan kata-kata. Penyesalan selalu terjadi dibelakang. Kadang kita merasa tidak nyaman kalau sedang menderita stomatitis karena mulut ini terasa nyeri untuk makan ataupun untuk berkata-kata. Mungkin ini peringatan bagi kita bahwa "nyeri" ini lah yang dirasakan oleh orang lain ketika mengeluarkan kata-kata yang kasar.

Jumat, Oktober 02, 2009

Never feel enough

Kemarin pagi nampak kerumunan orang, bukan karena demo melainkan mereka sedang mengantri untuk mendaftar menjadi pegawai pemerintah. Jumlah yang tidak sedikit ditengah guyuran hujan di pagi hari, ratusan mungkin ribuan para pelamar yang mencoba keberuntungan. Bukan hanya orang biasa-biasa saja yang mengantri tetapi banyak orang yang "berpunya" juga ikut mengadu keberuntungan. Nampak dari mobil-mobil yang diparkir dan handphone keluaran terkini yang ada digenggaman. Ternyata, menjadi seorang pegawai pemerintah masih merupakan impian untuk banyak orang. Miris, melihat dilain sisi mereka yang sudah menjadi pegawai pemerintah mengeluh tentang fasilitas yang ada. Harusnya mereka bersyukur dengan apa yang dimiliki, tanpa harus mengantri untuk sekedar daftar dan kemudian tes (yang belum tentu bisa dinyatakan lulus). Semoga saja ini hanya sekedar keluh kesah tanpa ada rembetan peristiwa yang lain.

Sedih, melihat mereka yang bekerja ogah-ogahan dengan alasan income yang tidak cukup. Pegawai pemerintah adalah pelayan masyarakat, bukannya malah masyarakat yang harus melayani mereka. Sedih banget, melihat saudara-saudara yang bermodalkan JAMKESMAS diperlakukan semena-mena. Jujur, saya tidak terima. Mereka bukannya tidak membayar tetapi mereka mendapatkan fasilitas tersebut dari pajak yang sudah kita bayarkan. Bukannya dari awal kita sudah ditekankan bahwa manusia itu sama dihadapan Nya.

Sedari awal memang niat harus diluruskan, ketika kita sudah memutuskan bahwa setiap pilihan sudah pasti memiliki konsekuensi. Kalau baru saat ini kita komplain, lha yang kemarin kemana aja?? Apakah benar gaji tidak cukup??? Atau hanya kita aja yang "kurang pintar" mengatur keuangan. Bisa membayar biaya sekolah anak, operasional hidup sehari-hari atau bahkan bisa membayar cicilan rumah atau pun kendaraan itu sudah merupakan suatu berkah. Banyak sekali orang-orang yang tidak seberuntung kita. Memang deskripsi "cukup" tidak sama untuk setiap orang. Tapi tolong jangan hanya melihat keatas agar langkah kaki kita masih bisa berpijak di bumi Nya. Bapak saya juga bekerja sebagai pelayan masyarakat, alhamdulillah masih bisa mengirimkan ketiga anaknya untuk mengenyam pendidikan dibangku kuliah. Rejeki sudah ada yang mengatur, selama kita termasuk dalam hamba-hamba Nya yang bersyukur insya Allah rejeki datang dari arah-arah yang tidak terduga.

Anda-anda beruntung telah terpilih untuk menjadi pegawai pemerintah. Dan semoga saja bisa terbuka hatinya untuk terus menjadi pelayan masyarakat. Kalau memang berorientasi dengan income yang lebih, mungkin lebih baik dari sekarang anda melangkah ke pintu lain yang bisa memberikan anda income yang lebih dari sekedar seorang "pelayan". Untuk teman-teman yang sedang berjuang untuk menjadi "pelayan" semoga dengan segala macam struggling moment bisa menjadi lebih bisa menghargai apa yang telah diraih. Dan bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Jangan pernah lupakan perjalanan panjang dan melelahkan untuk bisa meraih itu.