Selasa, November 03, 2009

Ikhlas

Ada yang hilang saat harus berlebaran jauh dari sanak famili. Acara ngumpul dengan saudara-saudara di rumah Nenek (dari Bapak) serta suara ramai dari ponakan yang jumlahnya lebih dari selusin. Saya kehilangan momen itu, walaupun mereka sempat berbicara lewat telepon tetapi atmosfernya sudah beda. Walhasil, harus nyempetin bersilahturahmi satu minggu setelah lebaran (alhamdulillah kue2 lebaran masih ada he..he...). Saya terpaksa harus bersilahturahmi sendiri karena jatah libur istri sudah habis (dari pada nganggur dirumah). Saya memutuskan untuk bersilahturahmi ke rumah Bulik (yang kebetulan Paklik juga pesen madu jadi sekalian mengantarkan pesanan). Bulik saya ini merupakan "tante favorite" bagi semua ponakan-ponakan, pokoknya gaul abis. Rasanya nggak ada yang nggak menarik kalau beliau sedang bercerita. Dari mulai masa muda pas waktu SMA sampai gimana serunya reunian dengan teman-teman SMA nya. Semuanya diceritain.

Walaupun saya tahu, Bulik saya ini nampak kurus dan sedang berjuang dari penyakit gula yang dideritanya. Tetapi ketegarannya dalam menghadapi segala "ujian" hidup membuat saya jadi salut. Kebetulan Bulik saya ini membuka toko kecil didepan rumahnya. Bulik saya mengatakan bahwa penghasilan dari membuka toko, alhamdulillah bisa membantu keuangan meski tidak banyak. Bulik saya tidak pernah khawatir walaupun sudah beberapa bulan tidak mendapatkan jatah minyak tanah untuk dijual. Ketika itu Bulik saya bilang, "wis Le, ora usah ngoyo, Gusti Allah wes maringi rejeki dhewe-dhewe. Yen saiki ora oleh jatah lengo gas ora opo-opo. Alhamdulillah, rejekine teko soko Paklik mu. Saiki dhuwe bisnis sampingan."

Saya jadi berpikir, kadang saya ngerasa "panas hati" melihat keberhasilan orang lain. Dengan penghasilan yang lebih besar dan dengan segala "privilege" yang didapat. Apalagi mendengar komentar-komentar "yang kurang bersahabat" dari apa yang saya kerjakan membuat suasana semakin "tidak nyaman". Saya belajar dari Bulik bahwa semua sudah ada jatahnya, nggak perlu menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu. Berusaha memang harus, kan Allah tidak akan merubah suatu kaum jika mereka tidak mau merubah nasibnya sendiri (baca berusaha). Kalau memang itu sudah menjadi rejeki kita, insya Allah selalu ada jalan untuk dipertemukan dengan kita.

Adakalanya kita juga harus melihat ke bawah agar kita selalu ingat untuk bersyukur atas semua yang telah diberikan Nya kepada kita. Agar kita ingat bahwa masih ada saudara-saudara kita yang lebih "berat" hidupnya dan membutuhkan uluran tangan kita. Saya jadi berpikir, seandainya saja semua saudara-saudara saya sadar untuk menyisihkan dua setengah persen saja dari penghasilannya, insya Allah masalah ini bisa mendapatkan jalan keluar. Bukan hanya berangan-angan untuk memiliki benda-benda keduniaan saja tetapi mulai berpikir apa yang bisa kita lakukan untuk menolong saudara-saudara kita yang lain. Mungkin kita bisa mengganti kalimat "kapan ya bisa beli mobil?" menjadi "kapan ya bisa membantu anak yatim piatu", misalnya. Tentu saja bukan hanya sekedar pertanyaan saja, kita harus termotivasi untuk merealisasikan hal tersebut. Insya Allah, akan lebih membawa "ketenangan" dalam menjalani hidup. Mengingat hal-hal duniawi tidak akan pernah ada habisnya.

Alhamdulillah, meski tidak banyak dan tidak bisa memiliki barang-barang "lux" tetapi masih cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Dan syukur-syukur masih bisa berbagi dengan yang lain. Hal ini membuat saya terpacu untuk selalu ikhlas dalam mengerjakan sesuatu. Saya ingat perkataan teman saya, kalau kita tidak bisa mendapatkan sesuatu dari sisi duniawi insya Allah dengan keikhlasan kita untuk melakukan pekerjaan itu kita bisa mendapatkan nilai tambah di akhirat nanti. Amin