Minggu, Februari 14, 2010

The other side about my life....

Baru nyadar kalau masa itu sudah 12 tahun yang lalu. Rasanya baru kemarin kami saling meributkan hasil dari ujian negara. Dan sekarang kami sudah punya kehidupan masing-masing. Dengan segala macam kesibukan masing-masing. Ada temen yang berkomentar tentang tullisan saya bahwa dia langsung terbayang kejadian-kejadian selama masih ada diasrama dulu. Ternyata mereka juga masih ingat dengan peristiwa yang pernah kita alami bersama. Meski, tidak semua teman saya punya account di facebook tidaklah mengapa. Mungkin nanti mereka punya kesempatan untuk bisa browsing dan menemukan beberapa tulisan saya sekedar untuk mengingatkan kembali masa 12 tahun yang lalu.

Buat saya, setiap proses kehidupan memberikan saya banyak pelajaran. Bagaimana untuk bersabar saat berjibaku dengan ketidaknyamanan, bagaimana berbahagia dengan cara yang bersahaja. Saya setuju bahwa pengalaman itu guru yang terbaik. Disana kita belajar bagaimana kita tidak mengulangi kesalahan-kesalahan masa lalu. Semuanya adalah proses dan saya sendiri baru merasakan bagaimana saya ditempa dengan berbagai macam peristiwa yang membuat saya lebih bisa menerima keadaan yang ada.

Sempat merasa pengen banget hari-hari yang melelahkan itu cepat berlalu. Agar segala kepahitan hidup bisa cepet pudar dan tidak lagi memberikan rasa perih dihati. Hidup tidak selalu ada dalam jalur yang nyaman. Kadang jalur yang berkerikil justru lebih panjang dari yang kita perkirakan. Jujur, buat saya jalur yang satu ini bukanlah jalur yang mudah untuk dilalui. Mengingat kita tidak tahu pasti seberapa panjang jalur "tidak menyenangkan" ini.

Pikiran saya melayang ketika saya ditugaskan di proyek eksplorasi, dimana jalan yang saya lalui bukan hanya datar tetapi menanjak dan curam. Kadang terpikir untuk give up dan membiarkan arus membawa saya... Kemana saja... Tetapi tetap saja harus kembali berdiri dengan segala sisa tenaga. Sempat terdengar tangis lirih di dalam hati, mengapa jalan ini terasa sulit untuk dilalui. Dengan berbagai macam barang bawaan yang berada di punggung dan tanggung jawab sebagai seorang tenaga medis membuat beban itu terasa berat. Bisa dibayangkan ketika ada salah satu kru yang terluka terkena parang dan kita harus berjalan untuk melakukan penanganan medis di tengah rimba. Dengan tenaga yang terkuras untuk berjalan dan sesampainya disana saya harus menstabilkan kondisi pasien dengan nafas yang masih terengah-engah. Melakukan penjahitan luka dengan peralatan yang (lumayan) lengkap untuk ukuran klinik ditengah rimba belantara. Untunglah, saya tidak diminta untuk menggendong korban. Biarlah orang lain saja yang melakukan tindakan mulia ini. Saya merelakan kok untuk ber bagi amal he..he..

Satu pengalaman lagi ketika saya dan ambulan harus mengambil pasien dibelantara hutan (jangan dibayangkan jalanan yang mulus beraspal dan jembatan telah dibangun dengan kokoh). Ambulan yang saya tumpangi stuck ditengah sungai yang tidak bisa dibilang sempit. Dengan susah payah saya harus mengeluarkan segala "persenjataan" saya didalam ambulan dan membawanya ke pinggir sungai. Dengan pakaian yang basah setinggi lutut saya harus berjibaku dengan arus sungai dan batu-batuan yang licin. Tak pernah terbayangkan kalau banjir sedang melanda...Satu keyakinan saya, insya Allah semua dilancarkan kalau memang niat kita baik.

Ketika tugas lain di tanah Papua yang sampai sekarang masih membekas dalam ingatan saya. Saya diberikan kesempatan menginjakkan tanah Papua untuk yang pertama kali dan tanpa diduga orang yang seharusnya menjemput saya tidak hadir di bandara. Dengan susah payah saya harus menelpon orang tersebut lewat wartel satu-satunya yang ada disana. Dan sang suara yang harusnya menjemput saya hanya bilang bahwa yang bersangkutan lupa. Saya harus menyeberang dengan menggunakan perahu kecil untuk sampai di kota terdekat. Kemudian saya dijemput untuk diberi kesempatan menginap di hotel.

Fajar belum muncul saat saya dibangunkan dan harus segera ke pelabuhan karena kapal yang akan saya tumpangi menuju ke tempat saya akan menghabiskan masa kerja saya selama sebulan akan segera berangkat. Dan saya harus berkemas-kemas dengan segala macam perbekalan yang ada di dalam back pack. Sesampainya di pelabuhan ternyata sudah banyak juga orang-orang yang senasib dengan saya yang akan menghabiskan waktu 10 jam bersama dengan alat-alat berat dan terapung ditengah lautan luas. Alhamdulillah, kembali lagi ke niat kita kalau memang baik insya Allah dimudahkan (dan doa orang tua saya yang tak pernah henti2nya). Dan alhamdulillah tidak ada gelombang besar selama perjalanan tersebut. Karena memang selama perjalanan hanya beralaskan terpal dan tak ayal lagi semua pakaian saya biru semua terkena lunturan terpal tersebut. Dan saya harus rela makan biskuit ketika jatah makanan yang diberikan tidak mencukupi (kalaupun ada saya harus berebutan dengan para penumpang lain untuk bisa mendapatkannya). Saya beruntung ada Bapak yang rela berbagi jatah nasi bungkusnya dengan saya. Setelah itu yang lain dengan suka rela menawarkan biskuit bawaan mereka untuk saya makan.

Tidak semuanya perjalanan yang pernah saya alami berkesan tidak nyaman. Sudah sering saya berada di dihotel mewah dan merasakan first class service. Seperti ketika saya ditugaskan di Singapura selama sebulan. Disana saya bisa merasakan tinggal di hotel yang bisa dibilang mewah. Berjalan-jalan keliling Singapura dan merasakan bagaimana rasanya night safari di Kebun Binatang Singapura. And I've got all of those things for free. Saya juga percaya bahwa tidak semuanya kepahitan saja yang ditimpakan ke saya. Allah Maha Adil kesenangan yang belum pernah saya bayangkan (bahkan saya tidak berani untuk sekedar berkhayal) juga pernah saya alami.

Tidak ada komentar: