Selasa, Februari 17, 2009

Reality Show


Sekarang ini lagi jamannya tayangan reality show yang tayang di televisi Indonesia. Dan dari semuanya berlomba untuk mengambil perhatian para pemirsa televisi. Kadang saya merasa bahwa itu bukan the real situation selalu ada campur tangan untuk bisa membuat reality show tersebut menjadi lebih “hidup” atau istilahnya mendramatisir situasi yang ada. Saya juga berpikir kalau memang tidak didramatisir “mungkin” tidak bakalan enak dan mengaduk-aduk perasaan penonton. Trus, timbul pertanyaan, apa dong bedanya dengan sinetron?? Mungkin (saya jawab sendiri) kalau disinetron penataan lampu dan dandanan dari pemainnya dibuat lebih sempurna. Kalau gak percaya, kita buktikan. Mana ada orang bangun tidur tetep cantik, kalau nggak di sinetron. Trus mana ada orang ngelahirin masih tetep cantik walaupun sudah setengah mati mengeluarkan tenaga untuk melahirkan sang bayi? Mungkin bisa saja sih kalau sang ibu itu selebritis yang langsung mengadakan konferensi pers setelah melahirkan (kan harus dandan dulu). Oke lah terlalu banyak yang akan dikoreksi, toh tetep saja banyak yang nonton kok. Sudah kita lupakan saja tentang sinetron.

Balik lagi ngobrolin tentang reality show, sekarang banyak sekali orang yang benar-benar keranjingan nonton reality show. Sampai-sampai neh ada temen saya yang mengosongkan jadwalnya untuk kegiatan lain hanya untuk menonton reality show tersebut. Sebegitu dahsyatnya pengaruh tayangan televisi terhadap masyarakat kita. Reality show yang ada sekarang banyak sekali jenisnya, mulai dari yang segmen penontonnya anak muda sampai orang dewasa bahkan sampai ada juga yang sengaja menyentuh masyarakat yang “kurang beruntung”. Kalau pendapat saya sih memang ada baiknya juga melibatkan masyarakat bawah sebagai subyek dari sebuah reality show tetapi kemudian timbul pertanyaan, apakah itu tidak over expose??

Ada juga reality show yang benar-benar menohok hati nurani kita sebagai manusia. Ketika kita sebagai manusia sudah enggan menolong sesama sampai-sampai harus dimunculkan dalam satu reality show. Dalam satu episode ada seorang anak kecil yang menjual lukisan untuk bisa membeli makanan dan salah satu perempuan disana malah marah-marah ketika sang anak menawarkan lukisannya tersebut. Sangat disayangkan, sudah tidak mau membantu ehh malah marah-marah. Oke simple saja, kalau memang tidak mau membantu kan bisa bilang tidak dan persoalan selesai, nggak perlu marah-marah yang nggak jelas gitu. Dan yang cukup mengherankan adalah hamper semua yang “menolong” adalah orang-orang yang masuk dalam kategori “susah”. Apa ini sudah menjadi gambaran dari kehidupan masyarakat kita sekarang ya? Orang yang mampu enggan untuk berbagi dengan yang lain justru orang yang berkekurangan yang masih punya hati nurani untuk menolong mereka yang membutuhkan. Saya sendiri nggak tahu pasti apakah ini bener-bener kejadian nyata atau ada “polesan” dalam membuat tayangan ini. Tapi yang pasti mungkin kita bisa bertanya kepada hati nurani kita, apakah kita juga mau menolong seseorang yang membutuhkan bantuan kita? Tanpa ada maksud dan tujuan apapun dibalik pertolongan kita. Mari kita sama-sama bertanya dan silahkan jawaban tersebut disimpan saja dalam hati sebagai “reminder” kalau kita nant “lupa” menolong sesama.

Tidak ada komentar: