Rabu, Oktober 15, 2008

PSIKOPAT

Sudah lama aku nggak baca small magazine called Reader’s Digest Indonesia. Bentuknya masih sama (kecil) tetapi ada perubahan dari segi lay out di cover yang bikin segar dan penasaran buat dibaca. Yang bikin tergelitik untuk segera membaca adalah artikel tentang “Psikopat Kerah Putih”. Memang sih, setelah ada kasus yang menghebohkan tentang pembunuhan berantai di Jombang Jawa Timur banyak sekali media cetak yang mencoba mengulas tentang seluk-beluk psikopat (karena pelaku pembantaian sendiri diduga seorang psikopat).

Dan yang paling membuat ngeri adalah informasi tentang kemungkinan adanya psikopat disekeliling kita. Menurut informasi yang pernah saya dapatkan psikopat itu memiliki kehidupan sehari-hari yang “biasa” layaknya orang-orang lain. Pernah juga saya mendapatkan informasi kalau psikopat biasanya susah untuk menguap disaat orang disekitarnya menguap karena mengantuk. Karena percaya atau tidak “menguap” adalah suatu tindakan yang menular. Tetapi hanya psikopat yang tidak tertular atau tidak terpengaruh untuk menguap. Ya, boleh percaya boleh tidak sih dengan anggapan ini. Walaupun ini merupakan penelitian di luar negeri sana.

Ok, let’s talking deeply about psychopath. Satu persen dari seluruh populasi dunia, tidak memiliki hati nurani. Dan itulah antara lain tanda-tanda seorang psikopat. Para filsuf Yunani kuno menyebutnya “manusia tanpa pertimbangan moral” sementara seorang dokter di Inggris di abad ke-19 mempopulerkan istilah “kegilaan moral” untuk mendefinisikan ketidakmampuan membedakan apa yang benar dan yang salah, tanpa menunjukkan tanda-tanda gangguan mental lain.

Sigmund Freud, neurolog asal Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi, menjabarkan ungkapan psikopat sebagai individu dengan kelainan jiwa yang memperoleh kepuasan dengan berperilaku anti social. Sedangkan dokter ahli jiwa mendeskripsikan psikopat dengan gangguan kondisi mental, dimana seorang individu tidak mempunyai rasa penyesalan dan hati nurani. Dan seorang psikopat menganggap semua yang ada di dunia ini hanyalah alat untuk memuaskan kebutuhannya. Maka kita perlu bersyukur kalau kita masih punya rasa penyesalan terhadap suatu kesalahan atas apa yang kita perbuat terhadap orang lain, itu artinya kita masih memiliki hati nurani. Dan kita perlu khawatir kalau kita sudah tidak memiliki rasa menyesal terhadap sesuatu yang kita lakukan (baca kesalahan). Mungkin kita termasuk satu persen dari populasi di dunia seperti yang saya jelaskan diatas.

Menurut Dr. Robert Hare (pakar psikopati dunia), psikopat bisa ada dimana saja diseluruh dunia. Bahkan di Indonesia sekalipun, mungkin masih segar dalam ingatan kita tentang kasus mutilasi yang tertinggal di salah satu bus kota di Jakarta. Menurut pihak yang berwajib pelakunya adalah seseorang yang professional. Apapun label yang diberikan kita harus menyadari bahwa orang-orang yang mengalami sindrom psikopati ada disekitas kita. Ada yang perlu diinformasikan juga, walaupun salah satu kecenderungan seorang psikopat adalah tertarik untuk melakukan kekerasan, sebenarnya hanya dua persen saja dari psikopat yang melakukan pembunuhan, dan seperempat dari jumlah tersebut akhirnya bunuh diri. Lebih banyak pengidap psikopat yang melakukan kejahatan kepada orang lain atau lembaga tanpa menggunakan kekerasan.
Bagaimana cara psikopat kerah putih menjebak mangsanya? Dia akan menjadi pribadi yang paling mempesona yang pernah anda kenal. Dia mampu memikat kita dengan segala kelebihannya seperti pengetahuan yang luas, prestasi akademis dan kata-kata yang mengandung emosi. So, sudah waktunya kita waspada dengan adanya psikopat di seputar kita. Waspada perlu tetapi jangan sampai parno dengan pemberitaan yang ada.

Tidak ada komentar: