Kamis, Februari 19, 2009

Mentari Pagi


Pagi ini memulai hari dengan tergesa-gesa maklum weker hidup saya (baca istri) lagi keluar kota untuk menghadiri seminar walhasil saya terlambat bangun. Dan bisa dibayangkan, I skipped my breakfast. Padahal biasanya kalau saya on air jam enam pagi setidaknya jam 05.45 pagi udah makan pagi. Memang sih semenjak menikah hidup jadi lebih teratur (bener juga kata temen-temen, thanks sob). Waktu masih lajang (ceeilee.. lajang neh) saya jarang (malah nggak pernah sarapan pagi) kalau harus on air jam enam pagi. Makan pagi pun harus delay sampai jam sembilan he..he… Padahal mood bakal down banget kalau urusan perut belum diisi. Caranya dengan bawa aja makanan kecil (snack) dari rumah biar perut nggak protes pas lagi ngomong di udara. Sebenarnya saya bukan orang yang rewel dalam pemilihan menu makan pagi, apapun yang disiapin istri langsung aja dilahap (maklum biasanya waktunya mepet banget).
PAgi memang sengaja berangkat ke tempat kerja dengan bersepeda karena jarang banget olahraga. Jadi sekalian aja berangkat kerja plus gerak badan lagian it’s good to boosting my mood. And the most important reason is cutting off my budget to buy gasoline he..he..

Pagi ini dapat inspirasi untuk ngomongin beberapa jalan di kota Lumajang yang namanya berubah seiring dengan perkembangan jaman. Walaupun demikian banyak warga yang masih menyebut jalan tersebut dengan nama lamanya yang sudah ada sejak penjajahan Belanda. Seperti Jalan Kyai Ilyas yang dulunya bernama Klodjen. Dan sampai sekarang pun banyak orang yang lebih familiar dengan nama Klodjen dibandingkan dengan Jalan Kyai Ilyas. Atau Jalan Prof. Moh. Yamin yang dikenal dengan nama Djagalan. Pun sampai sekarang orang lebih sering tahu Djagalan dari pada nama Jalan Prof. Moh. Yamin.

Memang dari segi umur Lumajang sudah sangat “sepuh” karena historis dari Lumajang sudah ada sejak jaman Kerajaan Majapahit. Dan sampai sekarang masih exist walaupun masih banyak yang harus dibenahi. Tetapi sebagai warga yang baik saya optimis bisa mencapai kemajuan yang pesat, khususnya dalam pengadaan lapangan kerja untuk para penduduk dalam usia produktif. Jadi saya nggak perlu merantau lagi untuk mencari nafkah he..he…

Vote for me



Ada fenomena baru menjelang PEMILU 2009, banyak sekali souvenir yang dibagikan (secara gratis pastinya) untuk mendukung salah satu partai atau bahkan calon legislatif di masyarakat. Setiap ada pertemuan atau acara ngumpul-ngumpul masyarakat pasti ada saja yang mengisi sebagai pembicara untuk sekedar memperkenalkan diri atau malah sudah berani memperkenalkan program-programnya. Dan yang paling mengasyikkan setelah acara selesai pasti ada souvenir yang bisa dibawa pulang (jadi kayak menghadiri pesta pernikahan he..he..). Dirumah saja sudah tak terhitung jumlah kalender tahun 2009 yang saya punyai. Menurut saya sih masyarakat diuntungkan dengan memangkas abis dana untuk membeli kalender. Kalau yang lebih kreatif bisa memberikan buku-buku yang berguna seperti buku resep masakan atau buku-buku yang lainnya (yang menurut saya juga berguna, lagian GRATIS pula he..he…)

Saya jadi berpikir kalau dana yang dibutuhkan untuk menjadi caleg tidaklah sedikit, mulai dari pembuatan poster dipinggir jalan, stiker sampai souvenir-souvenir lainnya. Belum lagi dana untuk “membeli” kursi. Wah, kalau saya sih mana tahan untuk bisa menjadi caleg. Sampai sekarang pun saya juga belum tahu berapa sih gaji anggota dewan yang katanya nol nya banyak. Mulai yang muda dan bersemangat sampai warga masyarakat yang sudah senior berlomba-lomba untuk bisa menjadi caleg. Pastinya dengan strategi kampanye masing-masing. Mulai yang super kreatif mulai memasang baliho dengan gambar David Beckham disampaing sang caleg, dengan tulisan yang cukup menggelitik. Ada pula yang menulis silsilah keluarga sang caleg yang mengaku garis keturunan salah satu pahlawan atau osesepuh dari daerah pemilihannya (meski menurut saya cukup bikin pusing yang baca baliho tersebut). Seharusnya unsur simple lebih ditekankan dalam pembuatan poster atau baliho dipinggir jalan. Nggak mungkin para pengguna jalan berhenti dulu dalam membaca poster atau baliho tersebut.

Memang diperlukan proses yang panjang dan melelahkan (bahkan menguras kantong) untuk akhirnya bisa dududk nyaman di kursi panas. Sebagai masyarakat saya cumin berharap para caleg ini tidak lupa dengan segala macam janji manis yang digulirkan pada saat kampanye. Dan yang paling penting tidak terjadi pelanggaran moral yang sudah terjadi seperti kasus-kasus yang sebelumnya mulai dari foto porno dan tingkah laku yang minus pada saat rapat. Ngobrolin tingkah laku pada saat rapat, saya jadi ingat ketika direksi Pertamina yang baru mengadakan rapat dan digencet sana-sini oleh para wakil rakyat yang terhormat. Memang sih kinerja Pertamina sering dipertanyakan mengingat banyak kasus yang membuat BUMN ini menjadi sorotan publik, tetapi sangat disayangkan kalau muncul suatu pernyataan yang membuat kita mengelus dada (seperti menyatakan direksi Pertamina seperti Satpam). Lalu muncul pertanyaan, apakah pantas komentar yang menurut saya kurang sopan itu dikeluarkan oleh orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi? Atau memang latar belakang pendidkan dari para wakil rakyat yang terhormat ini perlu dipertanyakan (tentunya masih ingat kasus perseteruan Marissa Haque dengan Ratu Atut tentang ijasah palsu). Atau mungkin untuk periode selanjutnya diperlukan satu analisa psikologis sebelum diangkat menjadi wakil rakyat. Misalnya dengan tes kepribadian yang bisa melihat kecenderungan seseorang untuk berbuat criminal (korupsi misalnya). Bisa nggak ya??? Sekalian bisa meminimalkan tindakan korupsi dari anggota dewan yang terhormat.

Semoga harapan saya ini tidak terlalu muluk untuk bisa mendapatkan anggota dewan yang notabene adalah wakil rakyat yang bisa mengerti persoalan masyarakat dan mencari solusi terbaik dari permasalahan tersebut. Amin…..

Selasa, Februari 17, 2009

Reality Show


Sekarang ini lagi jamannya tayangan reality show yang tayang di televisi Indonesia. Dan dari semuanya berlomba untuk mengambil perhatian para pemirsa televisi. Kadang saya merasa bahwa itu bukan the real situation selalu ada campur tangan untuk bisa membuat reality show tersebut menjadi lebih “hidup” atau istilahnya mendramatisir situasi yang ada. Saya juga berpikir kalau memang tidak didramatisir “mungkin” tidak bakalan enak dan mengaduk-aduk perasaan penonton. Trus, timbul pertanyaan, apa dong bedanya dengan sinetron?? Mungkin (saya jawab sendiri) kalau disinetron penataan lampu dan dandanan dari pemainnya dibuat lebih sempurna. Kalau gak percaya, kita buktikan. Mana ada orang bangun tidur tetep cantik, kalau nggak di sinetron. Trus mana ada orang ngelahirin masih tetep cantik walaupun sudah setengah mati mengeluarkan tenaga untuk melahirkan sang bayi? Mungkin bisa saja sih kalau sang ibu itu selebritis yang langsung mengadakan konferensi pers setelah melahirkan (kan harus dandan dulu). Oke lah terlalu banyak yang akan dikoreksi, toh tetep saja banyak yang nonton kok. Sudah kita lupakan saja tentang sinetron.

Balik lagi ngobrolin tentang reality show, sekarang banyak sekali orang yang benar-benar keranjingan nonton reality show. Sampai-sampai neh ada temen saya yang mengosongkan jadwalnya untuk kegiatan lain hanya untuk menonton reality show tersebut. Sebegitu dahsyatnya pengaruh tayangan televisi terhadap masyarakat kita. Reality show yang ada sekarang banyak sekali jenisnya, mulai dari yang segmen penontonnya anak muda sampai orang dewasa bahkan sampai ada juga yang sengaja menyentuh masyarakat yang “kurang beruntung”. Kalau pendapat saya sih memang ada baiknya juga melibatkan masyarakat bawah sebagai subyek dari sebuah reality show tetapi kemudian timbul pertanyaan, apakah itu tidak over expose??

Ada juga reality show yang benar-benar menohok hati nurani kita sebagai manusia. Ketika kita sebagai manusia sudah enggan menolong sesama sampai-sampai harus dimunculkan dalam satu reality show. Dalam satu episode ada seorang anak kecil yang menjual lukisan untuk bisa membeli makanan dan salah satu perempuan disana malah marah-marah ketika sang anak menawarkan lukisannya tersebut. Sangat disayangkan, sudah tidak mau membantu ehh malah marah-marah. Oke simple saja, kalau memang tidak mau membantu kan bisa bilang tidak dan persoalan selesai, nggak perlu marah-marah yang nggak jelas gitu. Dan yang cukup mengherankan adalah hamper semua yang “menolong” adalah orang-orang yang masuk dalam kategori “susah”. Apa ini sudah menjadi gambaran dari kehidupan masyarakat kita sekarang ya? Orang yang mampu enggan untuk berbagi dengan yang lain justru orang yang berkekurangan yang masih punya hati nurani untuk menolong mereka yang membutuhkan. Saya sendiri nggak tahu pasti apakah ini bener-bener kejadian nyata atau ada “polesan” dalam membuat tayangan ini. Tapi yang pasti mungkin kita bisa bertanya kepada hati nurani kita, apakah kita juga mau menolong seseorang yang membutuhkan bantuan kita? Tanpa ada maksud dan tujuan apapun dibalik pertolongan kita. Mari kita sama-sama bertanya dan silahkan jawaban tersebut disimpan saja dalam hati sebagai “reminder” kalau kita nant “lupa” menolong sesama.

Sabtu, Februari 14, 2009

Tetangga Baru

Hidup bertetangga memang banyak seninya dan pastinya banyak suka dan dukanya. Kadang karena salah paham bisa membuat hubungan bertetangga jadi rumit dan bakalan terjadi ketegangan. Dan yang paling parah adalah kalau kita harus bersitegang dengan tetangga dan end up with permusuhan dan tidak saling menyapa. Memang dalam hubungan antar tetangga ini sangat sensitive kadang ada salah ngomong sedikit bakal ditanggapi lain yang berujung dengan pertengkaran. Dulu (banget) ada tetangga yang paling jago untuk bertengkar sampai-sampai kalau lagi bertengkar suaranya terdengar sampai pojok kampung. Tetapi itu sekarang sudah banyak berubah, malah nggak ada yang sampai harus berkonfrontasi di muka umum. Karena ini sama dengan membuka aib sendiri di depan masyarakat umum.

Mungkin sekarang sudah terjadi perubahan nilai, kalau dulu lebih suka mengkronfrontir secara terang-terangan sekarang lebih ke arah ngobrol secara personal untuk bisa menyelesaikan persoalan antar tetangga. Kalaupun memerlukan pihak ke tiga biasanya ada perwakilan dari tokoh masyarakat yang akan menjadi penengah. Memang kalau diingat sebenarnya nggak ada untungnya kalau kita bersitegang dengan tetangga, karena bagaimanapun juga kita akan memerlukan bantuan mereka mungkin bukan sekarang tetapi suatu saat nanti pasti. Dan kalau sudah begitu pastinya kita akan enggan meminta bantuan tetangga karena merasa pernah bermasalah dengan tetangga kita. Ada baiknya kita lebih bisa berpikir jernih sebelum melangkah apalagi kalau menyangkut urusan dengan tetangga, bisa berabe akibatnya.

Nah, ngomongin soal tetangga, saya punya tetangga baru yang datang dari jauh tetapi masih juga dari Jawa juga. Dan yang menarik adalah, tetangga saya ini pinter banget bikin mie ayam. Rasanya top markotob dech. Jadi kalau dulu saya harus bersepeda motor ria untuk hunting mie ayam, sekarang tinggal melangkahkan kaki nggak lebih dari 2 meter dari rumah sudah bisa merasakan mie ayam. Emang pada dasarnya suka makan jadi seneng banget kalau ada referensi tempat makan baru, nggak perduli tempat makan ala warteg atau resto yang hayooo aja kalau soal bereksperimen tentang tempat makan baru. Nah, banyak untungnya kan punya tetangga, apalagi kalau pinter masak kayak gini. Pokonya yummy banget dech....

Jumat, Februari 13, 2009

Trip to Penanggal Lumajang, East Java
















Sebenarnya nggak sengaja ke sana. Karena nganterin istri yang kebetulan sebagai pembina Pramuka untuk mendampingi anak didiknya. Ternyata pas nyampe disana wak gile hawanya suejuk banget. Dan pemandangannya asyik banget bikin adhem dech pokoknya. Penanggal sendiri merupakan Kecamatan yang ada dekat dengan Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang. Bisa ditempuh dengan waktu setengah jam dengan motor dari pusat kota.

Murah euyyyy....

Pagi-pagi udah dibikin kesel aja ama koneksi internet, walaupun maklum juga sih kan internetnya tarifnya murah dan udah gitu masih dalam masa promo jadi kuota yang diberikan buanyak banget ya setidaknya sampai bulan Juli nanti. Tapi ya itu tadi karena murah mriah jadi gak boleh bete kalau koneksinya "suka-suka" gitu. Suka cepet tapi seringnya suka lemot (banget) he..he.. Pas lagi up date anti virus juga luama banget makanya sampai-sampai aku tinggal bolak-balik nganterin adek sekolah balik ke rumah (masih belum selesai) dam berangkat lagi nganterin istri (eehhh...masih juga belum selesai)up date anti virusnya. Memang bener-bener melatih kesabaran nih... :)

Single en Hapy


Sebenarnya saya terinspirasi untuk menulis dari single terbaru Oppie Andaresta yang baru saja dikeluarkan. Lagunya sendiri asyik karena mudah dicerna dengan melody yang easy listening. Dan lagu ini menceritakan tentang seseorang yang single dan belum memiliki pasangan (ya pasti dong, namanya juga single he..he..) sedangkan waktu (yang pasti berkaitan dengan umur) terus bergulir. Walaupun si single ini nyaman dengan statusnya tetapi justru komentar-komentar yang “kurang menyenangkan” hadir dari sekelilingnya. Ya memang sudah resiko kalau hidup bermasyarakat seperti ini. Ada yang bilang kalau wanita lebih sensitive memaknai status lajang diusia yang sudah matang jika dibandingkan dengan pria. Walaupun kalau boleh jujur sebenarnya pria juga merasakan kekhawatiran yang sama, mungkin karena pria lebih bisa menahan gejolak emosi dan lebih bersikap dan tidak ambil pusing dengan statusnya tersebut.

Aku baik-baik saja
Menikmati hidup yang aku yang punya
Hidup ku sangat sempurna
I’m single and very happy


Ketika masih single sebenarnya malah tambah asyik karena kita bisa bebas dan bergaul dengan siapa saja (menambah networking) dan pastinya tidak ambil pusing dengan urusan tetek-bengek berumah tangga. Just feels free to be your self… Tetapi, sayang banget kadang “ketenangan” diri terusik oleh komentar-komentar sekitar yang (sekali lagi) mengusik status kita yang masih lajang. Dengan berbagai alasan atau komentar seperti terlalu pemilih atau terlalu keras dalam berkarier. Ehhmmm… sepertinya benar-benar menggambarkan situsasi riil yang ada di lapangan. Trus, kalau udah begitu apakah kita sebagai lajang akan “kejar setoran” untuk mendapatkan pasangan??? Ada yang bilang, umur sudah boleh mature tetapi soal pasangan jangan sampai salah pilih karena menikah adalah suatu keputusan yang harus diambil dengan pertimbangan yang matang, right?? Walaupun ada juga yang looks so desperate mencari pasangan dengan alasan keluarga mendesak dan takut kelewat mature untuk berumah tangga. Memang sedih semua keputusan ada di tangan kita apakah kita akan berusaha keras untuk mendapatkan pasangan atau tetep enjoy dengan status single.

Mengejar mimpi-mimpi indah
Bebas lakukan yang aku suka
Berteman dengan siapa saja
I’m single and very happy


Beberapa minggu lalu saya sempat membaca tentang fenomena tentang usia 30 an yang masih mencari siapa pasangan hidup. Walaupun seharusnya sudah ditentukan siapa sebenarnya pasangan hidupnya. Kebanyakan dari responden yang (kebanyakan) wanita merasa walaupun usianya sudah lebih dari 30 tahun tetap masih memberikan standar yang tinggi untuk mencari pasangan hidup. Dengan alasan mereka tiak mau main-main dan gambling dalam memutuskan dengan siapa mereka akan menikah. Untuk di wilayah perkotaan memang agak sedikit mudah untuk bisa “mengalihkan” perhatian dari pencarian pasangan hidup, mungkin dengan bekerja keras atau banyak tempat hang out. Tidak demikian dengan yang tinggal ditempat yang “tidak begitu besar”. Mengingat ruang lingkup yang tidak begitu luas dan selalu saja bertemu dengan orang-orang yang sama. Dan pastinya selalu mengingatkan “alarm” kapan untuk menikah. Mungkin seharusnya yang harus disurvei adalah perempuan-perempuan yang ada di kota kecil. Agar dapat diberikan satu solusi yang tepat.
Semuanya dikembalikan ke masing-masing individu, karena itu merupakan hak setiap individu untuk memilih. Dan seharusnya apa pun keputusan yang diambil sebagai orang-orang terdekat kita harus memberikan support.